Christensen menyatakan bahwa pelaku disruptive inovation yang akan memimpin di masa kini dan masa depan, dalam hal ini berlaku juga pada sekolah, sekolah yang unggul adalah sekolah mampu menghadapi perubahan yang bergerak zig-zag, dinamis, dan penuh akselarasi, yang merupakan karakteristik era revolusi industri 4.0. Sekolah yang mampu berubah dan bergerak sangat cepat adalah sekolah inklusi, sekolah yang memiliki karakter sebagai berikut:
Grzegorz Szumski dkk. menjelaskan, bahwa sekolah inklusi merupakan sistem persekolahan yang sangat direkomendasikan, tidak hanya untuk mendidik anak yang berkebutuhan khusus saja, namun sekolah inklusi berfungsi sebagai sekolah yang dapat memenuhi berbagai jenis kebutuhan masyarakat masa kini dan masa depan, selain itu sekolah inklusi adalah sebuah bentuk eksistensi terhadap nilai-nilai kemajemukan dalam masyarakat.
Sementara Ainscow, M., & Cesar, M menyimpulkan, sekolah inklusif adalah Sekolah yang menggunakan sistem pendidikan untuk semua anak, sekolah tersebut dapat dinyatakan sebagai sekolah yang mereformasi proses penyelenggaraan pendidikannya, ke arah education for all.
Menurut Gary Thomas, dalam pelaksanaannya, sekolah inklusi harus memiliki elemen-elemen kunci dalam pelaksaaannya, yaitu:
Setelah elemen-elemen kunci ini dilaksanakan, maka team pemegang kebijakan dalam sekolah inklusi harus melakukan sebuah analisa, modifikasi, dan memperkaya secara terukur, terstruktur, dan berkesinambungan standar-standar pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. (Ainscow, dkk.) & (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 35, Standar Pendidikan Nasional) dan (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (PERMENDIKNAS) RI 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif).
Perlu dicatat penjelasan dari Alison L. Zagona dkk., bahwa berhasilnya sebuah konsep sekolah inklusi bisa dinilai baik apabila implementasi dapat berjalan dengan baik, bukan berarti pula sekolah tersebut tidak menemukan masalah di lapangan terkait keanekaragaman disabilitas peserta didik, namun keberhasilan yang dimaksud yaitu, para implementator yaitu para tenaga pendidik yang expert di sekolah tersebut mampu menemukenali masalah dan merumuskan solusinya, dalam tautan ini, diharapkan seluruh peserta didik, tidak sebatas hanya mampu mengatasi persoalannya dalam belajar saja, namun peserta didik tersebut mampu menemu dapatkan quality of life dari hasil proses belajarnya. (Kim-Michelle Gilson, dkk.)